Viral utas seorang ayah di Twitter yang menceritakan cita-cita anaknya dimatikan oleh oknum guru. Praktisi pendidikan Retno Listyarti memberikan sejumlah langkah mendukung cita-cita anak agar tak 'mati' di tengah jalan.
Retno menjelaskan, penting bagi orang tua pada prinsipnya untuk ingin melihat anak bahagia saat menjalani hidupnya sendiri. Untuk itu, penting menjalani hidup seusai passion minat dan bakat.
"Contohnya jadi dokter (tapi) bukan passion, jadi menjalani jadi beban, sehingga dapat masalah psikologis. Tugas berat dan banyak, kuliah mahal, tekanan banyak, jadinya stres, bukan bahagia," kata Retno kepada detikEdu, ditulis Jumat (24/2/2023).
Mendukung anak menemukan potensi diri dan cita-citanya, mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang juga Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) ini menjelaskan sejumlah langkah yang perlu diperhatikan orang tua dan guru:
Mendukung anak menemukan potensi diri dan cita-citanya, mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang juga Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) ini menjelaskan sejumlah langkah yang perlu diperhatikan orang tua dan guru:
Perkenalkan Konsep Diri
Retno mengatakan, penting bagi orang tua dan guru membimbing anak menemukan konsep diri. "Yang penting sebagai ortu, mengenalkan pada anak kita, kecerdasannya apa saja, potensinya apa saja, bakatnya apa saja. Dari situ, ia bisa membangun konsep diri yang tegas. Bapak dan ibu guru bisa memengaruhi bahwa (siswa menekuni) akademik bisa, tetapi juga bisa tertarik pada musik dan vokal. Jadi punya prinsip," tuturnya.
"Anak berpikir, 'Mana yang aku inginkan, oh, aku ingin jadi penyanyi, lulus SMA, mendalami musik, kuliahnya di bidang itu.' Atau 'aku jago olahraga, aku kurang bisa matematika, aku bisa jadi atlet'," sambungnya.
"Anak berpikir, 'Mana yang aku inginkan, oh, aku ingin jadi penyanyi, lulus SMA, mendalami musik, kuliahnya di bidang itu.' Atau 'aku jago olahraga, aku kurang bisa matematika, aku bisa jadi atlet'," sambungnya.
Mengenal Tujuan dan Cita-cita
Langkah selanjutnya yaitu mengenali tujuan dan cita-cita. Ia mencontohkan, seorang siswa senang dan jago basket. Siswa itu ingin jadi atlet. Dari situ, siswa diajak memikirkan tentang cita-citanya."Tanyakan, bagaimana pendidikannya? Misal mau belajar bahasa Inggris, tanyakan kenapa. Lalu ia misalnya menjawab, atlet pro akan berlaga di luar negeri, penguasaan bahasa akan membantu. Masuk akal. Cita-citanya, konsep dirinya, sudah bagus," terangnya.
Susun Rencana
Ketiga, susun rencana yang dapat dilakukan siswa untuk mendukung mimpinya terwujud. Retno mencontohkan, mantan siswanya ingin menjadi psikolog dan kuliah di Jerman. Kendati rasanya tidak terbayang sang anak dapat kuliah di luar negeri, orang dewasa dapat mendukung bahkan saat anak tertarik belajar bahasa Jerman dulu."Udah tahu bahasa Jerman, cara bicaranya, itu memberi semangat. Sampai dia bisa menulis dan bicara dalam bahasa Jerman. Kemudian ternyata ia jadi kuliah di sana, lalu kini menjadi psikolog di Amerika," tutur Retno mengisahkan mantan muridnya.
"Contoh lain misal ada rencana ingin fokus jadi pemain bulu tangkis. Tanyakan, sekolah Senin sampai Jumat, mau masuk klub nggak? Harus terarah, seminggu 3 kali, 2 di Sabtu-Minggu, lalu satunya di hari apa. Nggak perlu jauh-jauh ajak anak menyusun rencana secara bertahap mencapai cita-cita," imbuh Retno.
Membuat Komitmen
Retno mengatakan, penting untuk membuat komitmen agar anak tekun. Contoh, memberi tahu anak bahwa orang tua akan mendukung bakat dan minatnya selama sang anak berkomitmen akan bidang yang digemarinya itu."Lalu seiring dia mulai pacaran, bisa lupa dengan yang diinginkan, mulai bolos klub, bolos belajar. Bantu anak fokus pada komitmen tadi," jelasnya.
Fokus pada Potensi
Ia mengingatkan, fokus pada potensi siswa dan bahasakan kelebihannya."Sehingga anak jadi percaya diri dan fokus pada kelebihan. Sering tanding. Mau jadi peragawati, ikut lomba. Mau bernyanyi, ikut kompetisi nyanyi, jadi gagal pertama pun nggak apa-apa," kata Retno.
Ingatkan Berproses
"Terakhir, jelaskan bahwa ini enggak ada yang instan. Nikmati prosesnya, bersakit-sakit, berlatih keras, makanan dijaga. Seperti penyanyi tidak minum es, makanan berminyak. Itu harus diajarkan, berjuang atau 'bersakit-sakitnya'. Enggak apa-apa gagal," tuturnya.Retno menuturkan, pada dasarnya, mendukung minat dan bakat anak serta cita-citanya adalah soal dialog dengan si anak tentang kesungguhannya atas cita-cita tertentu, terlepas dari risiko yang ada.
"Contoh, tuliskan 20 hal yang diinginkan dan 20 alasan kenapa kamu tidak ingin atas cita-cita itu. Lebih banyak tidak ingin, maka mungkin ia ragu akan keinginannya. Contoh lain, kenalan dengan dokter, tanya gimana kuliahnya, biar tahu gambarannya," kata Retno.
"Yang penting, membiarkan anak memilih putusan sendiri dengan bimbingan yang baik. Ajarkan anak mengenali konsep diri yang positif, lalu anak tahu apa yang ortu inginkan, jadi kalau dia sudah mengenali, nanti ortu arahkan," pungkasnya.
Posting Komentar
Apa Tanggapan Anda?